Harga Kebutuhan Pokok Pekan ini di Seputaran Pasar Bireuen : Beras Rp.........Minyak Goreng Rp.......Gula Pasir Rp.........Cabe Merah Rp.........Bawang Merah Rp........Bawang Putih Rp...........

Jumat, 27 Juli 2012

Ketika Petani Mulai Meninggalkan Cangkul


Kita mengerti bahwa perkembangan peradaban manusia bisa ditilik dari kehidupan manusia purba. Manusia purba hidup dari food gathering yakni berburu dan meramu, masa berladang pindah-pindah (dalam bahasa sunda yakni huma atau ngahuma), dan selanjutnya bertani menetap. Perkiraan Kuntjaraningrat (1967: 31-32), bahwa peralihan dari food gathering ke perladangan bisa diimajinasikan dengan spekulasi-spekulasi bahwa usaha bercocok tanam yang pertama dimulai dengan aktivitas mempertahankan tumbuh-tumbuhan dari serangan binatang buas. Dalam proses aktivitas itu, sangat mungkin terjadi pengamatan bagaimana misalnya biji jatuh ke tanah kemudian tumbuh, ataupun batang singkong yang tertancap di tanah lalu tumbuh. Demikianlah, kemudian dapat dibuat berbagai teori yang mencoba menjawab soal bagaimanakah manusia pertama kali bercocok tanam.
Melewati masa purba, menuju awal masehi, perkembangan perekonomian Indonesia didominasi oleh tradisi maritim ketimbang agraris. Sentra-sentra kerajaan berawal dari kota-kota pesisir yang ramai. Kondisi ini setidaknya sampai pada era Mataram atau mundur lagi—dengan toleransi tertentu—pada era Majapahit. Majapahit telah mengekspor beras ke Tiongkok, meski hal itu tidak menjadi hal signifikan dalam perekonomian ketimbang transaksi politik di perairan (perang) dan upeti-upeti yang dijemput langsung ke daerah taklukan ataupun yang diantarkan oleh delegasi daerah kekuasaannya. Yang agak jelas, Indonesia menjadi agraris ketika Mataram menjadi kerajaan Jawa pedalam yang muncul pada pertengahan abad ke-16.  (http://agusbudipurwanto.wordpress.com/2010/08/30/sejarah-petani-indonesia/)
sejarah perkembangan pertanian di Indonesia mulai dari bertani berpindah – pindah sampai pada bertani menetap secara berkelompok dan bertani menetap secara individu,peran petani sangat besar, petanilah yang telah menjaga stabilitas nasional dengan pencapaian swasembada beras. beras merupakan makanan pokok di Indonesia tanpa stok beras yang cukup maka stabilitas politik akan sedikit terganggu. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa perkembangan Sejarah Politik di Indonesia.
Kekhawatiran besar sedang terjadi sekarang adalah satu persatu petani mulai meninggalkan cangkul dan lahan garapannya, petani lebih suka beralih kepekerjaan lain yang lebih menguntungkan ketimbang bertani. Sarjana – Sarjana Pertanian lulusan berbagai Perguruan tinggi banyak yang terjun ke pekerjaan lain si luar kegiatan bertani, mereka lebih memilih pekerjaan yang lebih menjanjikan dibandingkan bertani, semisal menjadi PNS, Dosen, ataupun Karyawan Swasta. hanya sebagian kecil dari mereka yang betul betul menggeluti usaha bertani.
kekhawatiran ini harus cepat ditanggapi oleh pemerintah, setidaknya pemerintah bisa menciptakan berbagai program yang dapat dirasakan oleh yang betul – betul petani, sehingga petani kita tidak semakin susut. dan usaha pemerintah mencapai dan mempertahankan swasembada pangan dapat di tingkatkan dan di pertahankan . (Arsyadi. THL TBPP Bireuen)
[ Read More.. ]
x

join to my fans at facebook