Menjelang panen
raya petani kopi negeri di atas awan (Dataran Tinggi Gayo) mengalami frustasi
pasalnya harga kopi di tingkat pengumpul di Takeungon , Pondok Baru,
Sp.Teuriti, Lampahan dan beberapa daerah sentral kopi lainya mengalami
penurunan yang cukup drastis, apakah dalam hal ini Pemerintah Aceh Tengah dan
Bener Meriah sudah mengambil inisiatif untuk mengatasi masalah tersebut. Berikut
cuplikan berita yang berhasil kontributor FK THL TBPP Kupulkan.
Harga kopi
Gayo di sentra kopi terbesar Sumatera, Takengon dan Redelong mengalami
penurunan drastis. Padahal, sebelumnya harga kopi berada pada angka yang sangat
menggembirakan petani.
Anjloknya
harga kopi arabika Gayo sejak sepekan terakhir membuat sejumlah petani mengeluh
karena kopi berada di pertengahan panen atau menjelang panen raya.
"Kualitas kopi saat ini sangat baik, namun sayang harganya turun,"
kata Zulkarnain, petani di kopi di Bener Meriah, Selasa (20/3).
Dikatakan, saat ini kopi gelondong merah (cherry) dibeli pedagang Rp80
ribu/kaleng. "Itu pun tergantung kualitas kopi. Kualitas baik dibeli
pedagang di atas Rp80 ribu. Padahal sebelumnya harga kopi Rp100 ribu
lebih," keluh Zulkarnain.
Kahar,
seorang pedagang kopi di Takengon membenarkan turunnya harga kopi. Saat ini
harga kopi paling mahal Rp80 ribu/kaleng buah merah atau gelondongan.
Diterangkan Kahar, kopi asalan, dengan ketentuan kadar air 18 persen serta
terase (sampah) 12 persen di pasar kopi Medan Rp47 ribu.
Sementara
kopi Arabika Gayo siap ekspor dibeli Rp54 ribu dengan ketentuan kadar air 14
persen dan terase 8 persen. Sebelumnya, tambah Kahar, harga kopi biji
hijau atau green bean di atas Rp60 ribu.
Kopi Olahan
Pantauan
Analisa, saat ini sejumlah pelaku usaha kopi pada level industri kecil menengah
(IKM) sudah mulai memasuki pasaran khusus kopi olahan dan tidak lagi menjual
kopi mentah (biji). Sejumlah warung kopi (cafe) tumbuh subur di seputaran
Takengon dan Bener Meriah.
Di Takengon, sejumlah perusahaan asing dan lokal yang menggandeng petani dan
koperasi mengirim langsung kopi Gayo ke mancanegara. Kopi arabika Gayo diminati
pasar dunia karena rasa dan aroma serta jaminan berbagai sertifikat untuk kopi.
Sertifikat
tersebut seperti fair trade, organic coffee, rain forest dan dua
sertifikat lainnya. "Sertifikat-sertifikat ini menambah nilai harga kopi
arabika di pasar dunia," kata Djumhur dari koperasi Permata Gayo. (www.analisadaily.com)
Harga kopi
gayo di Takengon dan Bener Meriah yang merupakan sentra penghasil kopi arabika
terbesar di Asia , anjlok sejak sepekan terakhir. Harga kopi beras (green bean)
saat ini di tingkat local Aceh Tengah dan Bener Meriah hanya dibeli Rp. 47
ribu.
“Padahal
sebelumnya sudah diatas Rp.60 ribu”, kata Kahar, seorang pedagang kopi di
Takengon. Kahar saat ini membeli kopi dari petani kopi Rp.80 ribu/kaleng
(setara dengan 10 kilogram lebih). Menurut beberapa petani, salah seorangnya
Zulkarnain, petani di Bener Meriah menyebutkan bahwa saat ini kopi gayo sedang
berada pada kondisi stabil menjelang panen raya.
“Jika
sebelumnya pedagang kopi beralasan kualitas kopi tidak bagus, sekarang kondisi
kopi sangat baik, tapi kok harga turun”, kata Zulkarnain kecewa. Zulkarnain
menduga turunnnya harga kopi gayo akibat permainan pedagang dan mafia kopi.
Menurut
Zulkarnain, saat ini kopi gelondong merah (cherry) dibeli pedagang dengan harga
Rp.80 ribu/kaleng. “Tergantung kualitas kopi. Kopi yang baik dibeli pedagang
diatas Rp.80 ribu. Tapi tak sampai Rp.90 ribu. Padahal sebelumnya sudah diatas
Rp.100 ribu”, keluh Zulkarnain.Bahkan menembus angka Rp.110 ribu/kaleng.
Sementara
itu, kopi arabika gayo ready atau siap eksport dibeli Rp. 54 ribu dengan
ketentuan, kadar air 14 persen dan terase 8 persen. Data Pemkab Aceh Tengah
seperti disampaikan bupati Aceh Tengah, Nasaruddin pada konferensi Kakao dan
Kopi di hotel Hermes Palace (14-15/3) mengungkapkan,
Di tiga
kabupaten penghasil kopi arabika rakyat, Takengon, Redlong dan Gayo Lues
mencapai 92.520 hektar. Lahan seluas ini diusahakan oleh 66.101 kepala keluarga.
Di Aceh
Tengah, lahan kopi menempati areal seluas 48.000 hektar . Dengan produktivitas
0.725 ton/ha/tahun. Kopi gayo sudah dilindungi secara geografis (IG) dengan
nomor ID G 000000005, Tanggal 28 April 2010.
Sebelumnya,
di tingkat petani, kopi biji hijau (KBH), arabika gayo dijual Rp.66.500 atau
sekitar 7.4 dolar Amerika/kilogramnya. “Harga kopi gayo lebih tinggi dua dolar
dibandingkan harga terminal kopi di New York”, ulas Djumhur, dari koperasi
Permata Gayo, eksportir.
Dari data
Surat Persetujuan Eksport Kopi (SPEK) yang dikeluarkan Dinas Perdagangan Aceh
Tengah, bulan Januari 2012 meperlihatkan eksport kopi arabika gayo sebanyak 456
ton dengan pasar terbesar ke Amerika, Kanada dan Mexico.
Dua varietas
kopi arabika gayo, yakni Gayo 1 dan Gayo 2 sudah dilepas Menteri Pertanian
sebagai varietas unggul berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor
3998/Kpts/SR.120/12/2010, Tanggal 29 Desember 2010.
Gayo 1
merupakan varietas Arabusta Timtim, sementara gayo 2 adalah verietas Borbor.
Kelebihan kedua varietas ini adalah tahan terhadap karat daun, nematode dan
penggerek buah kopi. Selain itu kedua varietas ini memiliki citarasa dan aroma
excellent, dengan potensi hasil diatas 1 ton/ha/tahun.
Saat ini
sejumlah pelaku usaha kopi pada level Industri Kecil Menengah (IKM) sudah mulai
memasuki pasaran khusus kopi olahan dan tidak lagi menjual kopi mentah (biji).
Sejumlah warung kopi (Café) tumbuh di seputaran Takengon dan Bener Meriah.
Café modern
ini menyajikan kopi olahan dengan mesin espresso manual dan otomatis. Selain
itu, kopi bubuk , gonseng (roasted bean) serta kopi uwak gayo sudah mulai
dipasarkan dari industry rumah tangga.
“Meski masih
berskala kecil, namun permintaan kopi gayo dengan berbagai olahan ini sudah
mulai pangsa pasar disejumlah kota besar Indonesia. Seperti Bali, Yogja,
Jakarta, Medan , Batam, Bandung serta kota lainnya”, ujar Sarhan, pelaku usaha
kopi olahan.
Di Takengon,
sejumlah perusahaan asing dan local yang menggandeng petani dan koperasi
mengirim langsung kopi gayo ke antero dunia. Kopi arabika gayo diminati pasar
dunia karena rasa dan aroma serta jaminan berbagai sertifikat untuk kopi.
Sertifikat
tersebut seperti Fair Trade, organic coffee, rain forest dan dua sertifikat
lainnya. “Sertifikat –sertifikat ini menambah nilai harga kopi arabika di pasar
dunia”, ungkap Djumhur dari koperasi Permata Gayo.
“Turunnya
harga kopi gayo saat ini karena turunnya permintaan buyer”, imbuh Djumhur.
Turunnya harga kopi arabika gayo diamini Mustawalad, Ketua Produser Fair Trade
Indonesia (APFI). Menurut Mustawalad , turunnya kopi gayo akibat permintaan
pembeli dari luar negeri menurun.
“Di beberapa
Negara penghasil kopi dunia telah memulai masa panen sehingga berpengaruh
terhadap permintaan kopi arabika gayo”, kata Mustawalad.( http://ekonomi.kompasiana.com)