Harga Kebutuhan Pokok Pekan ini di Seputaran Pasar Bireuen : Beras Rp.........Minyak Goreng Rp.......Gula Pasir Rp.........Cabe Merah Rp.........Bawang Merah Rp........Bawang Putih Rp...........

Kamis, 12 April 2012

Me’urup, Budaya Gotong Royong Petani di Aceh


 Oleh : Arsyadi THL TBPP Kab.Bireuen
Me’urup sebuah kata yang memang terasa asing dalam kosa kata kita. Namun pengertian dari Me’urup ini tidak lain adalah tradisi gotong royong petani di Aceh, tradisi Me’urup sudah berlangsung cukup lama dalam kehidupan petani di Aceh. Me’urup dapat diartikan sebagai bentuk kerja bergilir dari kebun ke kebun petani atau dari sawah ke sawah. Misalnya kebun petani A akan dikerjakan secara bersama-sama dengan sesama petani lainnya. Demikian juga nantinya akan bergilir sampai semua petani yang tergabung dalam kelompok Me’urup itu terkena giliran. Setelah selesai satu putaran maka akan dilanjutkan pada putaran berikutnya dan terus berulang-ulang. Adapun macam kegiatan yang dilakukan di kebun mulai dari kegiatan menanam , panen, meumpoe (membersihkan gulma), membuat terassering, bahkan sampai memikul hasil panen ke rumah petani. Pada prakteknya di lapangan  yang temui kegiatan Me’urup  ini tidak hanya dilakukan di dalam sebuah hamparan lahan pertanian tapi bisa juga dalam kegiatan ada juga dalam kegiatan lain khususnya dalam kegiatan social kemasyarakatan.
Proses Me’urup  ini dilakukan melalui proses musyawarah petani. Dalam musyawarah tersebut diawali dengan penentuan anggota yang masuk dalam kelompok tersebut. Biasanya penentuan berdasarkan kedekatan tempat tinggal. Ini didasari kedekatan kekerabatan antara petani yang tergabung di dalamnya. Kemudian setelah penentuan anggota yang tergabung, dilanjutkan dengan penentuan kebun yang pertama kali yang akan dikerjakan bersama-sama. Penentuan kebun berikutnya dilakukan setelah kebun pertama selesai dilakukan Me’urup. Demikian proses Me’urup ini berjalan sampai nantinya semua petani yang tergabung mendapat giliran masing-masing. Namun terkadang ada juga pemilik kebun yang mengundang semua kelompok-kelompok yang ada di kampung untuk membantu pemilik kebun untuk menyelesaikan pekerjaannya
Dari beberapa kali kegiatan Me’urup yang penulis ikuti ada hal-hal menarik pada saat bersama-sama di satu hamparan kebun. Biasanya pada saat bekerja bersama, petani saling bercerita tentang hal-hal yang terjadi di keluarga, di desa dan ditambah dengan gurau-gurau kecil. Dan proses bekerja di kebun ini kadang diselingi dengan acara pajoh Ranup (makan sirih) dan bincang-bincang di tengah hamparan kebun. Istirahat ini biasanya dikomandoi oleh pemilik kebun. Pada saat tengah hari , semua kerja di kebun berhenti untuk istirahat dan berkumpul di pondok untuk makan. Masing-masing petani yang membawa bekal mulai membuka bawaannya dan meletakkan di atas tikar. Biasanya pemilik kebun juga menyediakan makanan untuk petani yang datang. Di atas tikar akan terlihat macam ragam makanan, mulai dari nasi putih, deughok (jenis kue yang terbuat dari Sagu yang di campur pisang), nasi gurih dan campuran kacang-kacangan terkadang ditambah dengan santan kelapa). Sayur-sayuran yang diambil dari kebun tersebut dan biasanya lauk yang tidak pernah ketinggalan dalam tradisi Me’urup adalah Gulee Plik di tambah ikan asin bakar Hidangan sederhana namun menambah nafsu makan ini paling di gemari oleh masyarakat aceh .Suasana kebun dan kebersamaan yang membuat semua orang yang bekerja lahap untuk menyantap sajian yang terletak di atas tikar. Setelah selesai makan semua masih beristirahat, biasanya sampai jam 14.00 siang. Selanjutnya mulai lagi bekerja di hamparan kebun bersama-sama sampai jam 17.00 sore. Biasanya setelah selesai bekerja, pemilik kebun memberikan buah tangan kepada orang-orang yang bekerja dikebunnya. Buah tangan ini biasanya apa yang ada dikebunnya; misalnya buah labu kuning, ubi kayu, daun singkong, pisang dan lain-lain. Kadang-kadang orang yang ikut bekerja mengambil sendiri. Demikian proses Me’urup satu hari di satu kebun petani, hal ini akan berulang sama di kebun yang selanjutnya namun tergantung pada pekerjaan yang akan dilakukan.
Sepintas lalu memang kegiatan Me’urup ini sudah hampir punah di Aceh. Hantaman budaya induvidual yang berhembus dari barat mulai mengikis budaya solidaritas yang sebenarnya sudah ditanam dari leluhur bangsa ini dan oleh para pendiri bangsa ini. Budaya individual ini tidak hanya menghantam wilayah-wilayah perkotaan bahkan juga mulai menjajah wilayah pelosok sekalipun dengan bahasa-bahasa iklan yang terselebung bingkisan kebaikan. Bahasa-bahasa iklan yang hampir setiap saat terkumandang dari mulut-mulut yang tersuap oleh para pemilik modal dan kuasa dan mencuci otak hampir semua manusia untuk bertindak secara individual. Dan ini akan terus-menerus berkumandang dan menembus lorong-lorong yang terjauh dalam kumpulan manusia.
Ada beberapa pelajaran yang menarik yang dapat ditarik dari kegiatan Me’urup ini. Solidaritas dari sesama masyarakat petani akan mempermudah, meringankan setiap kerja-kerja yang dilakukan. Dampak lain adalah semakin menambah semangat kerja dan semangat kekeluargaan. Apabila ini dikerjakan secara berkelanjutan maka akan menjadi sebuah gerakan besar untuk mengantisipasi gelombang-gelombang individualistis dalam komunitas pedesaan.


| Free Bussines? |

x

join to my fans at facebook